Review Oniichan wa Oshimai!: Visual Menarik, Meski Premis di Luar Nalar

Review Oniichan wa Oshimai

Diterpa beberapa penundaan, Musim Dingin 2023 mempunyai beberapa judul yang menyita perhatian. Salah satunya adalah Oniichan wa Oshimai! (Onimai) yang hadir dengan genre komedi-slice of life dalam tema gender bender.

Gender bender sendiri bukan tema yang umum diminati banyak penonton. Namun, visual moe yang dipromosikan Onimai rupanya tetap mengundang banyak perhatian dari para penonton anime.

Key visual Onimai (©Nekotoufu/Ichijinsa/Onimai Production Committee)

Tidak hanya itu, diumumkannya Studio Bind sebagai penggarap juga memicu rasa penasaran. Awalnya Studio Bind dibentuk semata-mata untuk produksi anime isekai, Mushoku Tensei.

Visual yang apik berpadu dengan adaptasi yang cemerlang dari novelnya membuat Studio Bind mendapatkan penilaian bagus di mata para penonton Mushoku Tensei. Hal itu yang membuat para penggemar anime tidak bisa mengabaikan Onimai yang diproduksi oleh Studio Bind.

Onimai sendiri merupakan manga komedi-slice of life karya Nekotoufu yang awalnya dipublikasikan di platform Pixiv sejak Februari 2017. Kemudian, penerbit Ichijinsa mempublikasikan manga fisiknya pada Juni 2018. Serialisasi Onimai sendiri masih berlanjut di Monthly REX Manga sejak April 2019 hingga saat ini.

Cerita Sederhana yang Nyeleneh

Premis yang dibawakan Onimai sebenarnya sangat ringan, walau tetap bikin geleng-geleng kepala.

Ini adalah kisah tentang Mahiro Oyama, laki-laki yang mengasingkan diri dari dunia luar dan menghabiskan waktunya di kamar dengan gim dan novel visual erotis. Sampai di suatu pagi, dia berubah menjadi seorang gadis cantik nan imut akibat meminum obat buatan adik perempuannya yang jenius, Mihari Oyama.

Berdalih ingin merubah gaya hidup kakaknya, Mihari meminta Mahiro bertahan dalam tubuh perempuan sampai efek obatnya menghilang. Mahiro akhirnya legowo dan mencoba bertahan dalam kehidupan barunya sebagai gadis SMP.

Ketika adikmu secara “ajaib” merubah gender (©Nekotoufu/Ichijinsa/Onimai Production Committee)

Setiap episode dibagi dalam tiga segmen dengan cerita-cerita pendek yang saling terhubung. Temponya tidak terlalu cepat, tetapi tidak membuat kita terlalu bosan juga. Alur ceritanya juga linier dan episodik, layaknya seri slice of life pada umumnya.

Sebagai cerita bertema gender bender, tentu saja kita disuguhi pengalaman absurd dari perubahan gender seseorang.

Di sini kita akan mendapatkan pengalaman Mahiro, dari seorang lelaki menjadi perempuan kecil yang imut. Dia merasakan pengalaman menstruasi dan gejala pubertas perempuan lainnya, merawat rambut panjang yang merepotkan, hingga perawatan kecantikan ala gadis.

Lengkap juga dengan humor klasik seperti meraba-raba tubuh sendiri, salah masuk toilet, salah posisi ketika buang air kecil, tanpa sadar merias diri menjadi feminim, dan perasaan aneh ketika mengenakan pakaian perempuan. Dan juga selipan ecchi di beberapa adegan untuk menambah kesan komedi dalam cerita.

Meski plotnya terkesan sederhana dan nyeleneh, Onimai juga memiliki subplot yang menarik pada hubungan Mihari dan Mahiro.

Sebagai adik-kakak, keduanya tidak terlalu akrab dan hubungannya merenggang sejak Mihari melakukan akselerasi ke perguruan tinggi.

Sampai insiden obat itu terjadi, secara natural mereka jadi lebih sering berinteraksi dan menjadi dekat seperti waktu kecil. Ini menambah kedalaman motif dari Mihari yang tidak sekadar mengubah gender kakaknya demi rehabilitasi.

Cerita berkembang ketika Mahiro berkenalan dengan Kaede Hozuki — teman Mihari semasa SMP — dan adiknya Momiji Hozuki. Berlanjut lagi ketika Momiji memperkenalkan dua temannya, Asahi Ouka dan Miyo Murosaki.

Hal ini membuat perkembangan karakter Mahiro semakin nyata, dari penyendiri di kamar menjadi gadis yang gaul dengan sebaya (Aneh juga jika tahu Mahiro adalah laki-laki yang lebih tua).

Andai Kaede tahu siapa yang dia pangku… (©Nekotoufu/Ichijinsa/Onimai Production Committee)

Kembalinya Mahiro ke bangku SMP membuat cerita lebih luas. Rasanya seperti anime ReLIFE, hanya saja lebih ringan, tanpa drama, dan tentu saja… gender bender.

Secara keseluruhan cerita dalam Onimai memang sederhana sebagaimana slice of life pada umumnya. Namun, jangan berharap logika kehidupan nyata dapat ditemukan di sini. Seperti absennya orang tua Mahiro dan Mihari menanggapi nasib putra sulung mereka dengan alasan kerja di luar negeri, dan bagaimana seorang remaja membuat obat ajaib pengubah gender.

Yah, cerita Onimai hanya perlu dinikmati tanpa perlu dipikirkan dalam-dalam.

Animasi

Oke, harus diakui kualitas animasinya di atas rata-rata. Studio Bind telah mengerjakannya sesuai ekspektasi.

Animasi menjadi kekuatan utama dari Onimai dibandingkan anime lain dengan genre serupa di musim dingin kemarin.

Art style Nekotoufu diadaptasikan dengan baik dengan beberapa modifikasi, terutama di bagian mata yang agak berbeda. Character designer, Ryou Imamura, membuatnya lebih terkesan bulat dan membuat karakternya lebih menawan.

Terlihat para animator menikmati pekerjaannya dari visual yang baik, bahkan sampai di beberapa detail minor. Animasi pembuka dan penutupnya juga tidak boleh dilewatkan.

Visual 2 dimensi yang ditampilkan terlihat cair, gerakannya luwes, dan minim slideshow kaku. Pewarnaan dengan warna pastel yang hangat dan tidak terlalu “nge-jreng”, membuat pengalaman menonton jadi lebih nyaman.

Pada adegan-adegan yang mengandung ecchi, mereka juga tidak mengecewakan. Malahan para penonton merasa kalau “aset” dari Kaede Hozuki agak dilebih-lebihkan dibandingkan versi manga-nya.

Sangat terasa budget produksinya ketika animasi di adegan-adegan itu muncul, terutama pada eye-catch yang benar-benar mengunci pandangan kita ke layar.

(©Nekotoufu/Ichijinsa/Onimai Production Committee)

Visual menarik memang jadi senjata yang laris bagi anime CDGCT (cute girls doing cute things) dan slice of life. Tidak hanya menambah kesan moe, tetapi juga membuat para penonton nyaman dan santai menikmati ceritanya yang ringan. Dan ini dimanfaatkan dengan baik oleh Studio Bind.

Musik

Tidak ada yang terlalu istimewa untuk aspek musik. Background music dan sound effect di dalamnya sama seperti anime komedi-slice of life pada umumnya.

Animasi pembuka Onimai

Lagu pembuka dan penutup menambah keceriaan anime ini. Membuat Onimai — terlepas dari gender bender dan ecchi-nya — jadi terasa seperti anime komedi-slice of life yang biasa kita temukan setiap musimnya.

Sulih Suara

Directing dalam sulih suara Onimai dapat dikatakan salah satu yang terbaik. Akting dari para seiyu terasa natural berpadu dengan gaya bicara yang imut ala tokoh-tokoh dalam anime CDGCT.

Marika Kouno sebagai Mahiro Oyama sebenarnya cukup mengejutkan karena dapat memberi suara yang berbeda dari peran-perannya sebelumnya. Dia biasa mengisi peran perempuan yang tenang seperti Silence Suzuka (Uma Musume: Pretty Derby) atau gadis kecil polos seperti Petra (Re: Zero). Di sini, Marika Kouno berhasil memerankan Mahiro yang pemalas dengan suaranya yang agak melengking.

Cuplikan oleh Mahiro (CV: Marika Kouno) dan Mihari (CV: Kaori Ishihara)

Penilaian

Sebagai seri komedi-slice of life, Onimai menjadi salah satu yang dapat dinikmati dan direkomendasikan. Dikemas dalam visual yang apik dari Studio Bind, membuat Onimai tidak akan mengecewakan para penikmat animasi dan visual.

Hanya saja, plot gender bender yang menjadi poin penting dalam ceritanya mungkin akan sedikit mengganjal bagi sebagian orang. Sebagai sesuatu yang kurang populer di komunitas anime, hal ini yang justru membuat Onimai tidak dapat meraih atensi lebih banyak dibandingkan seri slice of life lainnya.

Ujung-ujungnya kesengsem sendiri (©Nekotoufu/Ichijinsa/Onimai Production Committee)
Onii-chan wa Oshimai! (2023)
Adaptasi yang bagus dan memukau dari sisi visual, tetapi terganjal oleh tema utamanya itu sendiri (gender bender) yang kurang populer di kalangan penonton anime.
7.5
dari 10

Sekian review kali ini, terima kasih sudah membaca, Kyuugo-tachi!

Sumber: MyAnimeList, AniDB, Onimai Official Site